Selasa, 25 Januari 2011

Catatan Sejarah Muhammadiyah

Catatan Sejarah Muhammadiyah

LAHIR UNTUK MELAWAN KEBODOHAN

" Muhammadiyah sekarang ini lain dengan Muhammadiyah yang akan datang, maka teruslah kamu bersekolah, menuntut ilmu pengetahuan dimana saja. Jadilah guru, kembalilah kepada Muhammadiyah. Jadilah Dokter, kembalilah kepada Muhammadiyah. Jadilah Meester, Insinyur dan lain-lain, dan kembalilah kepada Muhammadiyah" ( KH. Ahmad Dahlan dalam Junus Salam, 1968, 51 - 52 )
Muhammadiyah didirikan di kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H ata u bertepatan 18 November 1912 M oleh KH. Ahmad Dahlan.

Melihat umat Islam waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan yang bersifat mistik. Beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Al-qur'an dan Al-Hadits.

Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabaran, akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekat. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung, sehingga dalam waktu singkat ajakakanya menyebar ke luar Kauman bahkan sampai keluar pulau jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut, maka di di rikan persyarikatan Muhammadiyah.

Beliau juga mendirikan sekolah-sekolah. Tahun 1913-1918 mendirikan 5 sekolah dasar, Tahun 1919 mendirikan Hooge School Muhammadiyah atau sekolah lanjutann yang pada tahun 1921 di ganti namanya menjadi Kweek School Muhammadiyah.Tahun 192, di pecah menjadi dua laki-laki dan perempuan sendiri-sendiri.Tahun 1930 namanya di ganti menjadi Mu'alimin dan Mu'alimat.

Muhammadiyah mendirikan organisasi untuk kaum perempuan dengan nama 'Aisyiyah yang di situlah istri KHA Dahlan, yaitu Nyi Siti Walidah Ahmad Dahlan, ikut berperan aktif dan menjadi salah satu pemimpinnya.


Ketika Muhammadiyah berdiri, Islam dipahami sebagai suatu yang an sich, tidak terkait sama sekali dengan semangat berpolitik, ekonomi, dan prsoalan-persoalan rasional lain. Kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan tidak ditangani dengan pendekatan agama yang hanya dipahami sebagai sebagai sesuatu yang ritual.

Saat itu umat Islam di Indonesia mengalami pembuskan sistematis dengan hilangnya spiritualitas dalam menangani persoalan rasional yang terjadi dalam hidup keseharian, seperti kemiskinan, ketertindasan, kebodohan, keterbelakangan dan lain-lain. Muhammadiyah memiliki concern untuk memberdayakan umat yang selama ratusan tahun mengalami merginalisasi kolonial di berbagai bidang kehidupan .

Dalam menangani persoalan kebodohan, misalnya Muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah yang menggunakan sistem modern, sehingga anak-anak muslim bumiputera ( yang pada masa kolonial disebut inlander ) bisa memperoleh wawasan yang lebih luas mengenai persoalan keduniaan yang rasional tanpa harus meninggalkan nilai-nilai spiritual Islam.

Dengan pendidikan modern, anak-anak muslim Bumi Putera bisa mengisi posisi penting di tengah masyarakat, seperti guru, dokter, pegawai pamong paraja, dan sebagainya. Hal ini pada giliranya akan mengentaskan muslim pribumi dari jurang kemiskinan. Dengan pendidikan modern itu pula Muhammadiayh melakukan penccerahan di tengah masyarakat yang muram oleh penjajahan dengan menanamkan kesadaran sebagai komunitas egaliter, yang pada giliranya juga akan melahirkan perubahan sosial di tengah masyarakat.

Sebagai gerakan modernis Muhammadiyah tidak hanya tidak berhenti pada tataran retorika, tetapi banyak melakukan upaya modernisasi. Upaya dilakukan secara sisematis dan teratur melalui organisasi modern dengan memformulasikan kepribadian, keyakinan dan cita-cita hidup, serta aturan-aturan internal keorganisasian.

Muhammadiyah bukanlah agama yang terorganisir ( organized religion ) dengan pajabat-pejabat agama yang berada pada puncak kewenangan untuk menentukan kehidupan penganutnya. Secara tradisi maupun doktrinal tidak dikenal adanya wewenang pejabat agama yang dilembagakan dalam agama Islam. Setiap penganut Islam berhubungan langsung dengan Allah Rabb al-'Alamin tanpa perantara apapun dan atau siapapun.Posisi ulama dalam Islam, sebagaimana kewajaran bagi siapapun yang memiliki pengetahuan dan keahlian mendalam terhadap sesuatu persoalan khusunya agama, dengan sendirinya memperoleh status terhormat di masyarakat, sehingga tidak mengherankan kaum ulama menjadi anutan masyarakatnya.

Posisi modernis Muhammadiyah terletak pada inovasinya untuk tidak terkait dengan suatu rezim madzhab tertentu. Juga tidak terpaku pada pendapat ulama tertentu, baik dalam merumuskan ketentuan agama maupun dalam menafsirkan Al-qur'an.Hal ini bertentangan dengan kecenderungan ulama Islam pada masa itu. Pendiri Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan, dengan talentanya dalam bahasa Arab mendemonstrasikan suatu cara tafsir yang sama sekali baru.

Pada suatu forum pengajian, ia menafsirkan dengan menjelaskan kata demi kata dari Al-qur'an. Kemudian memberikan penjelasan yang berkaitan dengan situasi kontektual. Bahkan, kalau bisa dilanjutkan dengan konkretisasi dari nash Al-qur'an. Ada sebuah kisah termashur tentang KH. Ahmad Dahlan yang berulang-ulang mengajarkan tafsir surat Al-Ma'un. Salah seorang yang mengikuti pengajian bertanya mengapa tidak ada pertambahan pelajaran.

Dijawab Kiai Dahlan, " Apakah kamu sudah mengerti betul? " Jawab murid tersebut, " Kita semua sudah hafal semua, Kiai ". " Apanya yang diamalkan? Bukankah surat Al-Ma'un pun berulang kali kami baca untuk rangkaian Al-Fatihah dikala kami shalat? " Bukan itu yang saya maksudkan. Diamalkan artinya dipraktikan, dikerjakan! Rupanya saudara-saudara belum mengamalkanya. oleh karena itu, mulai pagi ini, saudara-saudara agar berkeliling mencari orang miskin. Kalau sudah dapat, bawa pulanglah ke rumahmu masing-masing. Berilah mereka mandi dengan sabun yang baik, berilah pakaian yang bersih, berilah makan dan minum, serta tempat tidur dirumahmu. Sekarang juga pengajian saya tutup dan saudara-saudara melakukan petunjuk-petunjuk saya tadi. "

Tantangan tersebut direspon dengan bergeraknya peserta pengajian mengumpulkan orang miskin. Kemudian diurus pula pengadaan rumah untuk tempat tinggal mereka. Inilah cikal bakal dari upaya dibidang sosial pengadaan rumah miskin yang kemudian berdiri tahun 1925.

( Profil 1 Abad Muhammadiyah, pp Muhammadiyah, Cetakan ketiga 2010 )

Beberapa Anecdote
KH.AHMAD DAHLAN

• Sungguh luar biasa sekali dan mungkin belum pernah terjadi pada dewasa itu, bahwa dengan sedikit bicara saja KH. Ahmad Dahlan dikalangan jama'ah Al-Irsyad ( Golongan Arab ) waktu mengadakan imtihan di Jakarta, menerangkan keadaan Muhammadiyah dan sekolahnya. Muhammadiyah menerima derma sampai ribuan rupiah dalam sekejap mata, bagaikan pohon dirontokan layaknya ( Bahasa Jawa dirog ) buahnya. Sungguh tajam pidato KH. Ahmad Dahlan yang dapat melembutkan hati sampai mereka berlomba-lomba kepada kebaikan dan keinsyafan.
• Di dalam usahanya untuk mendirikan sekolah, maka dipanggilah orang-orang yang hartawan Yogya yang bersimpati terhadap usaha dan cita-citanya. Kepada mereka Kiai Dahlan meminjam uang. Semula dikira oleh mereka, uang itu untuk kepentingan Kiai pribadi. Tetapi rupanya uang itu untuk kepentingan mendirikan gedung sekolah, yang terdiri mula-mula dari tiga ruang. Setelah selesai, orang yang meminjamkan uang itupun di beritahu bahwa uang itu di pergunakan untuk mendirikan gedung, sedangkan Kiai sendiri mendermakan tanah miliknya, agar mereka tidak terburu meminta kembali uang yang dipinjamknya, bahkan ada yang menambahnya. Dalam hal persoalan kekurangan uang untuk kepentingan Muhammadiyah, pernah uga Kiai Dahlan menjual tiga stel pakaianya untuk kepentingan organisasi dan perjuanganya.
• Datang seorang tamu kepada beliau, yang rupa-rupanya kehabisan bekal dan pakaian, sedangkan apa yang dipakainya terkena najis yang tidak dapat dibuah sembahyang. Oleh beliau kepada tamu tersebut almari beliau serta di persilahkan memilih pakaian yang disukainya. Dan tamu itupun memilih sarung, terus dipakainya dan kemudian dibawa pulang. Belakang tamu tersebut adalah R. Aspari, Haltechef Sumberpucung, mendirikan ranting Muhammadiyah , karena eyakinan akan kebaikan dan kesucian hati beliau. Setelah Kiai Dahlan wafat, sarung itupun dikirimkan kembali, sebab waktu itu ia hanya menguji beliau saja, tetapi keluarga beliau menolaknya, karena barang tersebut sudah beliau berikan agar tidak mengurangi pahala amalanya.
• Sewaktu beliau menyaksikan orang-orangtua kurang memperhatikan dan tidak mendidik anak-anaknya, berkatalah beliau, " Orang tidak dapat mempunyai anak, mengapa beranak ".
• " Mengapa si fulan sudah lama tidak kelihatan datang mengaji?" tanya beliau kepada seorang muridnya. Jawab muridnya tersebut, " Kini dia selalu repot dengan anaknya, Kiai ". Sahut beliau, "Oh, kalau anaknya itulah yang menjadikan dia repot untuk meneruskan beramal kebaikan dan beribadat kepada Tuhan, tentu yang menyebabkan repot itu akan segera dihilangkan oleh Tuhan. Camkanlah!".Seketika di beritahu orang yang bersangkutan, maka diapun mulai aktif kembali mengikuti pengajian-pengajian seperti sediakala.
• Pada saat putranya bernama Jumnaha sakit keras, beliau sedang mengajar, dipanggil pulang oleh Isrinya. Waktu beliau menghadapi Jumnaha, beliau berkata, " Anakku Jumnaha, berdo'alah kepada Tuhan supaya kamu segera di beri sembuh dan sehat kembali. Kalau toh Tuhan menghendaki kamu sudah datang waktunya untuk menghadap kehadiratNya, kamu anakku, Insya Allah akan bertemu dengan kakakmu, Juhana. Maka tetapkan hatimu, dan sabarlah!". Kemudian kepada isrinya beliau berpesan, " Janganlah kamu mempunyai keyakinan, bahwa kalau saja tetap menjaga anakmu ini, dia akan tetap hidup, dan kalau saja tidak di sampingnya, ia akan mati. Hidup dan matitetap ditangan Tuhan, bukan?". Kemudian beliaupun pergi lagi melanjutkan mengajar.
• Di lain waktu ada kejadian utusan Muhammadiyah yang betul-betul kembali dari stasiun, karena ketinggalan kereta api ke Sala, untuk mendatangi rapat/pengajian. Sewaktu melaporkan kepada KH. Ahmad Dahlan , maka kata beliau : " Apakah tidak punya kaki untuk berjalan sampai kesana? Kalau tidak ada ( ketinggalan ) sepur, apakah tidak dapat pergi dengan lainya". Maka berangkatlah utusan dengan taksi yang tidak murah sewanya. Dan betul-betul mereka sudah menunggu-nunggu yang sangat menggembirakan dengan kedatangannya, yang lalu mereka menggantikan ongkos taksinya dengan gotong royong. Demikian cerita Bapak Moelyadi Djojomartono tentang kesungguhan KHA Dahlan dalam menggiatkan anggotanya.
• Sekali peristiwa betapa kuat hati dan beraninya Kiai Dahlan, nampak ketika terjadidengan hisab hilai yang terbukti pula dengan rukyat bil-aini, mendahului lebaran grebegan di Yogyakarta. Pada waktu itu KH. Ahmad Dahlan mengetuk pintu keraton di tengan malam, mohon menghadap pada Paduka Sri Sultan dengan perantara ( diantar ) Kanjeng Kiai Penghulu, kerana besok paginya umat Islam harus berlebaran Fitrah, sedang grebeganyya baru besok lusa. Karena kepentingan agama yang akan di persembahkan, walaupun dalam waktu yang sempit lagi terdesak, meskipun beliau hanya sebagai pegawai rendahan terhadap kepala daerah yang berkedudukan Sultan, jalan kesulitan, tentu sama dimaklumi, maka jawab Paduka Sri Sultan : " Berlebaranlah kamu menurut hisab atau rukyat, sedang grebeg di Yogyakarta tetap bertradisi menurut hitungan Aboge".
• Dalam rapat umum didaerah Madiu, setelah KH. Ahmad Dahlan berpidato, ada yang mengajukan pertanyaan. Pertanyaan tersebut di pandang oleh Wedana yang hadir, kalau dijawab akan menjadi ribut dan dikhawatirkan timbul permusuhan, maka dilarang menjawabnya. Beliau berkata, bahwa rapat telah mendapat ijin, sedang beliau sendiripun bertanggungjawab kalau timbul keributan. Maka Wedana tidak berani menyetopnya, dan beliau lalu memberikan jawaban dengan memuaskan dan tidak timbul sesuatu keributan.
• Pada waktu beliau mengunjungi rapat umum di Banyuwangi, sewaktu diadakan tanya jawabyang tidak ada hubunganyya dengan Muhammadiyah tidak beliau layani. Maka orang-orangpun berteriak-teriak ujarnya: " Dahlan kalah!, Kiai palsu! " dan sebagainya. Sesudah beliau pulang, dikirimlah surat kaleng kepada beliau yang berisi ancaman: " Kalau berani datang sekali lagi, akan disambut dengan kelewang dan istrinya supaya diajak untuk di jadikan pelayan ". Maka dengan seketika, beliau berangkat ke Banyuwangi, walaupun keluarganya mencegahnya. Tetapi setelah datang disana dan mengadakan rapat lagi, tidak terjadi apa-apa, bahkan akhirnya berdirilah cabang Muhammadiyah di Banyuwangi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar